Minggu, 06 Maret 2016

pengertian ingkar sunah dan sejarah munculnya, dan pengertian hadits maudhu'

A. INGKAR SUNAH
     .     Pengertian Ingkar Sunah
        Kata ingkar as sunnah terdiri dari dua kata, yaitu “ingkar” dan “sunnah”. Kata ingkar berasal dari bahasa arab : اَنْكَرَ ىُنْكِرُ اِنْكَارًا  yang mempunyai beberapa arti di antaranya: “tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu.
        Ingkar as sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodelogi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.
        Ada tiga jenis kelompok ingkar as sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadits – hadits Rasulullah SAW secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits – hadits yang tidak di sebutkan dalam Al qur’an secara tersurat atau tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits – hadits mutawatir (di riwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits – hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih. Mereka beralasan dalam surat An Najm ayat 28yang artinya
Artinya :
“Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu. mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.” (Q.S. An Najm : 28)[1]
2.     Sejarah dan sebab utama timbulnya Ingkar Sunah
            Sejarah perkembangan Ingkar Sunnah hamnya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern. Menurut Prof. Dr. M. Mushhtafa Al-Azhami sejarah Ingkar Sunnah Klasik terjadi pada masa Asy-Syafi’i (w. 204 H) abad ke-2 H/7M. Kemudian hilang dari peredaran selama kurang lebih dari 11 abad. Kemudian pada Abad modern Ingkar Sunnah timbul kembali di India dan Mesir dari abad 13 H/19 M sampai pada masa sekarang. Sedangkan pada masa pertengahan Ingkar Sunnah tidak muncul kembali, kecuali Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke negara-negara Islam dengan menaburkan fitnahdan mencorang-coreng citra agama Islam.   
1)      Ingkar Sunnah Klasik
            Pada masa sahabat , seperti dituturkan oleh Iman Al-Hasan Al-Basri (w. 110 H), ada sahabat yang kurang memerhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW, yaitu ketika sahabat Nabi SAW. Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajar hadist. Tiba-tiba ada seorang yang meminta agar ia tidak usah mengajar hadist, tetapi cukup mengajar  Al-Qur’an saja. Jawab Imran, tahukah Anda, seandainya Anda dan kawan-kawan Anda hanya memakai Al-Qur’an, apakah Anda dapat menemukan dalam Al-Qur’an bahwa shalat Zhuhur itu empat rakaat, Ashar empat rakaat, dan Magrib tiga rakaat? Apabila Anda hanya memakai Al-Qur’an dari mana Anda tahu bahwa tawah (mengelilingi ka’bah) dan sa’i antara Shafa dan Marwa itu tujuh kali? Mendengar jawaban itu, orang itu berkata, “Anda telah menyadarkan saya. Mudah-mudahan Allah selalu menyadarkan Anda”. Akhirnya sebelum wafat orang itu menjadi ahli fiqh.[2]
            Ingkar Sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) yang menolak kehujjahan sunnah dan menolak sunnah sebagai sumber hukum Islam baik mutawatir atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang di kenal sebagai Nashir As Sunnah ( pembela sunnah) pernah di datangi oleh seseorang yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman-temannya yang menolak seluruh sunnah, baik mutawatir atau ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang di ajukan. Namun semua argumentasi yang di gunakan yang dikemukan orang tersebut dapat di tangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi.
            Ingkar Sunnah Klasik lahir Di Irak (kurang lebih abad 2 H/7 M), Kemudian menetas kembali pada abad modern di India (kurang lebih adab 19 M/13 H), setelah hilang dari peredaran kurang lebih 11 abad.
2)      .Ingkar Sunnah Modern Ingkar Sunnah
      Baru muncul Ingkar Sunnah di Mesir (pada abad 20 M).[3]
Ingkar Sunnah Modern terjadi pada adab keempat belas Hijriah, pemikiran seperti itu muncul kembali ke permukaan,dan kali ini dengan bentuk penampilan yang berbeda dari Ingkar Sunnah Klasik. Apabila Ingkar Sunnah Klasik muncul di Bashrah, Irak akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan Sunnah, Ingkar Sunnah Modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.[4]
          Apabila Ingkar Sunnah klasik masih banyak bersifat perorangan dan tidak menamakan dirinya sebagai mujtahid atau pembaharu, Ingkar Sunnah modern banyak bersifat kelompok yang terorganisasi, dan tokoh-tokhnya banyak mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu. Apabila para pengingkar sunnah pada masa klasik mencabut pendapatnya setelah mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modren banyak bertahan pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah terangkan urgensi sunnah dalam Islam. Bahkan diantara mereka ada yang tetap menyebarkan pemikiranya secara diam-diam, meskipun penguasa setempat mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut.
          Sebab utama awal timbulnya Ingkar Sunnah ini adalah akibat pengaruh kolonolialisme yang semakin dahsat sejak abat 19 M di dunia Islam, terutama di India setelah terjadinya pemberontakan melawan kolonial Ingris 1857 M. Berbagai usaha yang dilakukan oleh kolonial untuk mendangkalkan ilmu Agama, penyimpangan aqidah melalui pimpinan umat Islam dan tergiurnya mereka terhap teori-teori barat untuk memberikan interpretasi hakikat islam.
3.     Upaya Penyelamatannya
1)      Bagi umat islam yang memiliki kemampuan, hendaknya terus mengadakan penelitian sunah, baik dalam buku induk sunah maupun yang lain, sehingga dapat diketahui dan dapat diinformasikan mana yang shohih,dhoif,dan maudhu’.
2)      Hendaknya memahami matan secara rasional dan profesional terutama sunah sosial yang berkembang interprestasinya sesuai dengan berkembangan zaman.
3)      Dalam rangka memperkuat presipsi tentang status sunah sebagai dasar hukum islam hendaknya kepada semua umat islam mempelajari ilmu hadits dirayah dan riwayah sehingga mampu memahaminya secara fungsional, mampu mendeteksi,meneliti keshohhihan perawinya.[5]
B. Hadits Maudhu’
1.      Pengertian Hadits Maudhu’
            Hadits maudhu’ sebenarnya adalah ungkapan seseorang yang disandarkan kepada Nabi secara dusta. Pemalsu hadits membuat-buat satu ungkapan yang kemudian ungkapan tersebut dikatakan sebagai hadits, dengan tujuan agar orang yang mendengar mau mengikuti kehendaknya.
            Hadits maudhu’ merupakan hadits yang paling buruk kualitasnya, karena ia merupakan hadits palsu yang sama sekali tidak dikatakan oleh Nabi. Disisi lain, hadits jenis ini akan berdampak fatal pada agama.Selain merusak ajaran- ajaran agama, dengan memasukkan pernyataan- pernyataan yang tidak diajarkan dalam agama, dia juga meracuni  keyakinan dan cara berfikir pemeluknya.
            Melihat dampak yang begitu fatal, para ulama mengharamkan periwayatan hadits maudhu’. Hadits maudhu’ tidak boleh diriwayatkan oleh siapapun kecuali dengan penjelasan kepalsuannya.
            Larangan periwayatan tersebut bersandar pada hadits Nabi SAW yang berisi kacaman bagi pemalsu hadits, sebagaimana sabdanya:
من حدث عني بحديث ير ي انه كذب فهو احد الكاذبين
“Barang siapa meriwayatkan hadits dariku dan dia tahu bahwa yang diriwayatkan itu adalah hadits palsu maka dia termasuk dari pemalsu( pendusta).”[6]
2.      Sebab-sebab timbulnya Hadits Maudhu’
     Terdapat beberapa faktor tentang penyebab hadits maudhu’ ini muncul, antara lain sebagai berikut:
a.       Pertentangan politik dalam soal pemilihan khalifah
Kejadian ini timbul sesudah terbunuhnya  Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa golongan.  Diantara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits palsu, yang pertama yang paling banyak  membuat hadits Maudhu’ adalah golongan Syiah dan Rafidhah.[7]
Diantara hadits-hadits yang dibuat golongan syiah adalah:
مَنْ اَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إلَى اَدَمَ فِى عِلْمِهِ وَإِلَى نُوْحٍ فِى تَقْوَاهُ وَإِلَى إِبْرَاهِيْمَ فِي عِلْمِهِ وَإِلَى مُوْسَى فِى هَيْبَتِهِ وَإِلَى عِيْسَى فِي عِبَادَتِهِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى عَلِيِّ
“ Barang siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat isa tentang ibadahnya, hendaklah melihat Ali.
إِذَ رّأَيْتُمْ مُعَاوِيَهَ فَاقْتُلُوْهُ
Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.
Gerakan-gerakan orang syiah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadits tersebut dengan membuat-buat hadits-hadits palsu. Contoh hadits palsu
مَا فِى الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلاَّ مَكْتُوْبٌ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْهَا: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللَّه مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّه, أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ, عُمَرُ الْفَارُوْقُ, عُثْمَانُ ذُوْ النُّوْرَيْنِ.
        Tak ada satu pohon pun dalam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq, dan Utsman Dzunnuraini.   
            Golongan yang fanatik kepada Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang menertangkan keutamaan Muawiyyah, diantaranya:
اَلأُمَنَاءُ ثَلاَثَةٌ: أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَ مُعَاوِيَةُ
Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.
b.      Adanya Kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran Islam.[8]
Golongan ini adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama  Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah mencatat Abdullah Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani menciptakan hadits Maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup. Diantara hadits Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut, adalah:
يَنْزِلُ رَبُّنَا عَشِيَّةً عَلَى جَمَلٍ اَوْرَقٍ, يُصَافِحُ الرُّكْبَانَ وَ يُعَانِقُ الْمُشَاةَ
Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.
النَّظْرُ إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ عِبَادّةٌ
Melihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah.
c.       Mempertahankan Mahzab dalam masalah Fiqh dan masalah Kalam
Mereka yang fanati terhadap Madzhab Abu Hanifah yang menganggap tidak sah shalat     mengangkat kedua tangan shalat, membuat hadits Maudhu’sebagai berikut.
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي ال صّلاَةِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
              Barang siapa mengangkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.
d.      Membangkitkan gairah beribadah untuk Mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam, seorang tokoh hadits maudhu,tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab: “ Saya dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-qur’an.
e.       Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu iya menyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada Nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِيْ نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung yang bersayap.
Ia menambahkan kata, ‘atau burung yang bersayap’, untuk meyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh dinar. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu memerintahkanuntuk menyembelih mengerti itu.[9]
3.      Upaya Penyelamatannya
                        Untuk menyelamatkan umat islam dari  hadits maudhu’ ini  kita harus mengetahui ciri-ciri hadits maudhu’ dan kitab-kitab yang memuatnya.
Ø  Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad
a)      Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia.
b)      Pengakuan dari si pembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawwuf, ketika ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”
c)      Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?” Ma’mun menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d)     Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burung.
Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits. [10]
Ø  Ciri-ciri yang terdapat pada Matan
a)      Keburukan susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan. Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang keluar dari mulut Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut Rasulullah SAW.
b)      Kerusakan maknanya.
1)      Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:
اَنَّ سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ
Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at.
2)      Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti Hadits:
لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ حَاجَةٌ
Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi Allah.
3)      Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Buah terong itu penawar bagi penyakit.
4)      Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal kepada Allah.  Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.[11]
5)      Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang tiga ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air hanya sampai ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam laut, lalu  membakar ikan yang diambilnya kepanas matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung tangannya.
6)      Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ
Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.
7)      Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ إِلَى سّبْعَةِ أبْنَاءٍ
Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَأُخْرَى
Dan seorang yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.
Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
8)      Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.[12]


Ø  Kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak, di antaranya;
1.      Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis dalam ilmu ini).
2.      Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti (Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
3.      Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
4.      Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifak, karya Al-albani.[13]


  
  DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon. 2008. Ulumul Hadist,  Jakarta: Bumi Aksara.
Agus Solahudin,  Agus Suyadi. 2011. Ulumul Hadits, Bandung : CV. Pustaka Setia.
Hasbi Ash-Shiddiieqy. 1987.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Zeid B. Smeer. 2008. Ulumul Hadits,Malang : UIN Mlang press.



































[1] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul Hadits,Bandung : CV. Pustaka Setia.2011, hal.207-208
[2] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul...hal.208
[3] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist,  Jakarta: Bumi Aksara. 2008. Hal.33
[4] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal. 215
[5] Abdul Majid Khon, Ulumul....hal. 300
[6] Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits,Malang : UIN Mlang press., 2008, hal. 72-73
[7] Hasbi Ash-Shiddiieqy.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.2987.hal. 246
[8] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal. 178-179
[9] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal. 179-182
[10] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal. 182-183
[11] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.183-184
[12] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.184-186
[13] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar