Kamis, 03 Maret 2016

cooprative learning





 
BAB II
PEMBAHASAN
A.         COOPERATIVE LEARNING
1.            Pengertian cooperative learning
Coopernon means working  together to accomplish shared activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperatifve learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning.[1]
Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan,1996). Dalam kegiatan kooperatif, mahasiswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan  bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan mahasiswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson, et al., 1994; Hamid Hasan, 1996).  Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin (1984) mengatakan bahwa cooperatif learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun secara kelompok.
Metode Cooperative Learning adalah salah satu solusi alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan harapan tidak hanya dapat membentuk generasi yang berpengetahuan luas, akan tetapi dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik antar satu dengan yang lainya. Metode Cooperative Learning merupakan aplikasi dari teori pendidikan humanistik dengan tokoh utamanyaa dalah Carl R. Rogers. Carl R Rogers adalah seorang psikologi humanistik yang gahhhhhhgasan-gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan. Lewat karya-karyanya yang tersohor seperti Freedom To Learn And Freedom To Learn For The 80’s, dia menyarankan suatu pendekatan pendidikan yang berupaya menjadikan belajar dan mengajar lebih manusiawi dan karenanya lebih bersifat pribadi dan penuh makna. Gagasan-gagasan Rogers mengenai prinsip-prinsip belajar yang humanistik meliputi :1) Hasrat untuk belajar, 2) belajar yang berarti, 3) belajar tanpa ancaman, 4) belajar atas inisiatif sendiri, 5) belajar dan perubahan.[2]
Aplikasinya di dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh mahasiswa dalam kesehariannya, dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan di kelas.  Keberhasilan belajar menurut model belajar ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang struktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di bawah bimbingan dosen, maka proses penerimaan dan pemahaman mahasiswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.[3]
B.          Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a.              Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi.
b.             Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
c.              Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku,budaya, dan jenis kelamin.
d.             Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam. model pembelajaran kooperatif yaitu:
a)      Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk
kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b)      Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja samadiantara anggota kelompok.
c)      Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsangpenggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
d)     Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsangpemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyakinformasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
C.          Model Cooperative Learning
Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model  cooperative learning :
1.             Student teams achievement division (STAD)
Dalam STAD (slavin, 1994) siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja. Guru menyampaikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja didalam tim mereka untuk memastikan bahwa sekuruh anggota tim telah menguasai pelajaran dan akhirnya semua siswa mendapatkan kuis tentang materi itu dan pada waktu kuis mereka tidak dapat saling membantu. Langkah-langkah:
1.             Membentuk kelompok yang anggotanya ± 4 orang.
2.             Guru menyajikan materi pelajaran.
3.             Guru memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.
4.             Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis dengan tidak saling membantu.
5.             Pembahasan kuis.
6.             Kesimpulan.[4]
2.             Team-Assisted Individualization (TAI)
TAI daam (Slavin, 1985) sama dengan STAD dalam penggunaan tim belajar empat-anggota-berkemampuan-campur dan sertifikat untuk tim berkinerja tinggi. Bedanya bila STAD menggunakan salah satu langkah pengajaran di kelas, TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual. TAI dirancang untuk mengajarkan matematika di kelas 3 samapai kelas 6 “atau kelas yang lebih tinggi yang belum siap untuk pelajaran aljabar penuh.”
3.             Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
CIRC dalam (Slavin, 1995) adalah sebuah program komprehensif untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Siswa bekerja dalam tim belajar kooperatif beranggota empat orang. Mereka terlibat dalam sebuah rangkaian kegiatan bersama, termasuk saling membacakan satu dengan yang lain, membuat prediksi tentang bagaimana cerita naratif akan muncul. Saling membuatkan ikhtisar satu dengan yang lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan berlatih pengerjaan serta perbendaharaan kata. Mereka juga bekerjasama untuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman yang lain. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sastra, siswa terlibat menulis draf, saling merivisi dan mengedit pekerjaan satu dengan yang lain, dan mempersiapkan publikasi buku tim. Tiga penelitian tentang program CIRS telah menemukan pengaruh positif terhadap keterampilan membaca siswa, termasuk skor dalam tes bahasa dan membaca yang baku (Slavin,1991, 1995).[5]
4.             Jigsaw
Pada Jigsaw (Snapp, 1978), siswa dikelompokkan ke dalam tim yang beranggotakan enam orang yang mempelajarai materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub-bab. Sebagai misal, riwayat hidup seorang tokoh dapat dibagi menjadi kehidupan awal, prestasi-prestasi permulaan, kemunduran-kemunduran yang dialami, kehidupan belakangan, dan dampak terhadap sejarah. Setiap tim membaca sub-bab yang mereka. Kemudian para siswa itu kembali ke tim asal mereka dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub-sub mereka. Karena satu-satunya cara siswa dapat belajar dari sub-bab lain selain dari sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan dengan sungguh-sungguh teman satu tim mereka, mereka termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya. Modifikasi dari pendekatan ini disebut Jigsaw II (Slavin, 1994), siswa bekerja dalam tim yang beranggotakan empat orang atau lima orang seperti pada STAD. Sebagai gantinya setiap siswa ditugasi mempelajari satu sub-bab tertentu, seluruh siswa membaca teks yang sama, misalnya satu bab dari sebuah buku, cerita singkat, atau sebuah riwayat hidup. Sementara itu, setiap siswa ditugasi mempelajari suatu topik agar menjadi pakar dalam topik itu. Siswa dengan topik yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan topik itu. Setelah itu mereka kembali ke tim mereka masing-masing secara bergantian mengajarkan apa yang mereka pelajari kepada satu tim mereka. Siswa itu diberi kuis secara individual, yang menghasilkan skor tim, seperti pada STAD.
5.             Belajar bersama (Learning Together)
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh David Johnshon dan Roger Johnshon dimana dalam model ini melibatkan siswa yang bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat atau lima orang heterogen yang menangani tugas tertentu. Kelompok-kelompok itu menyerahkan satu hasil kelompok dan menerima pujian dan ganjaran berdasarkan hasil kelompok tersebut. Pendekatan mereka menekankan pada kegiatan-kegiatan pembinaan kerjasama tim sebelum siswa mulai bekerja sama dan melakukan diskusi terjadwal di dalam kelompok tentang seberapa jauh mereka berhasil bekerja sama.[6]
6.             Penelitian kelompok (Group Investigation)
Sharan & Sharan (1992) menyatakan Group Investigation meruakan suatu rencana organisasi secara umum. Dalam pendekatan ini, siswa membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam anggota. Setelah memilih beberapa subtopik dari sebuah bab yang sedang dipelajari seluruh kelas, kelompok-kelompok itu memecahkan subtopik mereka menjadi tugas-tugas individual dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Setiap kelompok emudian membuat presentasi atau peragaan untuk mengkomunikasikan temuannya kepada seluruh kelas.[7]
D.           Kelebihan dan kekurangan metode Cooperative Learning
Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.             Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. 
2.             Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
3.             Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. 
4.             Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya. 
5.             Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya. 
6.             Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. 
Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran.
Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (1999: 29) yaitu: siswa yang dibagi dalam kelompok kemudian diberikan tugas. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerjasama menyelesaikan tugas tersebut sehingga menimbulkan kekacauan dan kegaduhan.
Berdasarkan pendapat sebelumnya, jelas bahwa di samping kelebihan atau manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa dalam model pembelajaran kooperatif, juga terdapat kelemahan di mana hal tersebut menuntut kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan mengawasi proses kerjasama dalam belajar yang dilakukan oleh siswa.
Thabrany (1993: 94) mengemukakan kelebihan atau keuntungan dan kekurangan kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif yaitu:
1)    Keuntungan kerja kelompok
a)              Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri.
b)              Dapat merangsang motivasi belajar.
c)              Ada tempat bertanya Kesempatan melakukan resitasi oral.
d)              Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
2)    Kekurangan kerja kelompok
a)              Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. 
b)              Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa terjadi kesalahan kelompok.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif di atas, berikut diuraikan satu-per satu:
1)             Kelebihan pembelajaran kooperatif
Kelebihan model pembelajaran kooperatif terdiri atas:
a.              Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendirintuk dibanding belajar sendiri.
Jika belajar sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif dalam belajar. Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
b.             Dapat merangsang motivasi belaja
Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika sudah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.
c.              Ada tempat bertanya
Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah. Dalam belajar berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide yang saling melengkapi.
d.              Kesempatan melakukan resitasi oral
 Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar. Inilah saat yang baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
e)              Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang mudah diingat
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang menulis. Semuanya sama-sama mengingat di kepala. Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang kuat.
2)             Kelemahan model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok 
Kelemahan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah yaitu:
a)             Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok adalah dapat menjadi  tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitusaja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b)             Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara. Misalnya, 25 menit  mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara ini, maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
c)             Bisa terjadi kesalahan kelompok Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap anggota kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru dan anggota kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk pendalaman.
Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota kelompok  tidak  menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Oleh karena itu, Thabrany (1993: 96) menyarankan bahwa “agar kelompok beranggotakan 3, 5 atau 7 orang, jangan lebih dari 7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat terjadi beberapa blok yang saling mengobrol, dan jangan ada yang pelit artinya harus terbuka pada kawan.
Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.[8]


DAFTAR PURTAKA
Isjoni, cooperative learning, (ALFABETA: Bandung, 2012)
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning analisis model pembelajaran IPS, (PT BUMI  AKSARA: Jakarta, 2008)..
Umi Macmudah, dan Abdul Wahab Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran bahasa Arab, (UIN MALANG PRESS: Malang, 2008).




[1]Isjoni, cooperative learning, (ALFABETA: Bandung, 2012) Hal.16, cet.6
[2]digilib.uin-suka.ac.id/.../BAB%20I,IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA. (jumat, 17-04-2015) 22:16
[3] Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning analisis model pembelajaran IPS, (PT BUMI  AKSARA: Jakarta, 2008) cet.ke-4 hal.4-6
[5]Umi Macmudah, dan Abdul Wahab Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran bahasa Arab, (UIN MALANG PRESS: Malang, 2008). Hal.84-85
[6]Ibid. hal.86-87
[7]Ibid. hal.87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar