A. INGKAR SUNAH
.
Pengertian Ingkar Sunah
Kata ingkar as sunnah terdiri
dari dua kata, yaitu “ingkar” dan “sunnah”. Kata ingkar berasal
dari bahasa arab : اَنْكَرَ
ىُنْكِرُ اِنْكَارًا yang
mempunyai beberapa arti di antaranya: “tidak mengakui dan tidak menerima baik
di lisan dan di hati, bodoh atau tidak mengetahui sesuatu.
Ingkar as sunnah adalah sebuah
sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian maupun keseluruhannya.
Mereka membuat metodelogi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini
mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.
Ada tiga jenis kelompok ingkar as
sunnah. Pertama, kelompok yang menolak hadits – hadits Rasulullah SAW
secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits – hadits yang tidak di
sebutkan dalam Al qur’an secara tersurat atau tersirat. Ketiga, kelompok yang
hanya menerima hadits – hadits mutawatir (di riwayatkan oleh banyak orang
setiap jenjang atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits
– hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih. Mereka
beralasan dalam surat An Najm ayat 28yang artinya
Artinya :
“Dan
mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun tentang itu.
mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangkaan sedang Sesungguhnya
persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.” (Q.S. An Najm :
28)[1]
2.
Sejarah dan sebab utama timbulnya Ingkar Sunah
Sejarah perkembangan Ingkar Sunnah
hamnya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan masa modern. Menurut Prof. Dr.
M. Mushhtafa Al-Azhami sejarah Ingkar Sunnah Klasik terjadi pada masa
Asy-Syafi’i (w. 204 H) abad ke-2 H/7M. Kemudian hilang dari peredaran selama
kurang lebih dari 11 abad. Kemudian pada Abad modern Ingkar Sunnah timbul kembali
di India dan Mesir dari abad 13 H/19 M sampai pada masa sekarang. Sedangkan
pada masa pertengahan Ingkar Sunnah tidak muncul kembali, kecuali
Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke negara-negara Islam dengan menaburkan
fitnahdan mencorang-coreng citra agama Islam.
1) Ingkar Sunnah
Klasik
Pada
masa sahabat , seperti dituturkan oleh Iman Al-Hasan Al-Basri (w. 110 H), ada
sahabat yang kurang memerhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW, yaitu ketika
sahabat Nabi SAW. Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajar hadist. Tiba-tiba
ada seorang yang meminta agar ia tidak usah mengajar hadist, tetapi cukup
mengajar Al-Qur’an saja. Jawab Imran,
tahukah Anda, seandainya Anda dan kawan-kawan Anda hanya memakai Al-Qur’an,
apakah Anda dapat menemukan dalam Al-Qur’an bahwa shalat Zhuhur itu empat
rakaat, Ashar empat rakaat, dan Magrib tiga rakaat? Apabila Anda hanya memakai
Al-Qur’an dari mana Anda tahu bahwa tawah (mengelilingi ka’bah) dan sa’i antara
Shafa dan Marwa itu tujuh kali? Mendengar jawaban itu, orang itu berkata, “Anda
telah menyadarkan saya. Mudah-mudahan Allah selalu menyadarkan Anda”. Akhirnya
sebelum wafat orang itu menjadi ahli fiqh.[2]
Ingkar
Sunnah klasik terjadi pada masa Imam Asy-Syafi’i (w. 204 H) yang menolak
kehujjahan sunnah dan menolak sunnah sebagai sumber hukum Islam baik mutawatir atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang di kenal sebagai Nashir As Sunnah ( pembela sunnah) pernah di datangi oleh seseorang
yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman-temannya yang menolak seluruh
sunnah, baik mutawatir atau ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan
berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi
yang di ajukan. Namun semua argumentasi yang di gunakan yang dikemukan orang
tersebut dapat di tangkis oleh Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif,
ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi.
Ingkar Sunnah Klasik lahir Di Irak
(kurang lebih abad 2 H/7 M), Kemudian menetas kembali pada abad modern di India
(kurang lebih adab 19 M/13 H), setelah hilang dari peredaran kurang lebih 11
abad.
2)
.Ingkar
Sunnah Modern Ingkar Sunnah
Baru
muncul Ingkar Sunnah di Mesir (pada abad 20 M).[3]
Ingkar
Sunnah Modern terjadi pada adab keempat belas Hijriah, pemikiran seperti itu
muncul kembali ke permukaan,dan kali ini dengan bentuk penampilan yang berbeda
dari Ingkar Sunnah Klasik. Apabila Ingkar Sunnah Klasik muncul di Bashrah, Irak
akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan Sunnah,
Ingkar Sunnah Modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikiran
kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.[4]
Apabila Ingkar Sunnah klasik masih
banyak bersifat perorangan dan tidak menamakan dirinya sebagai mujtahid atau
pembaharu, Ingkar Sunnah modern banyak bersifat kelompok yang terorganisasi,
dan tokoh-tokhnya banyak mengklaim dirinya sebagai mujtahid dan pembaharu.
Apabila para pengingkar sunnah pada masa klasik mencabut pendapatnya setelah
mereka menyadari kekeliruannya, para pengingkar sunnah pada masa modren banyak
bertahan pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah terangkan urgensi
sunnah dalam Islam. Bahkan diantara mereka ada yang tetap menyebarkan
pemikiranya secara diam-diam, meskipun penguasa setempat mengeluarkan larangan
resmi terhadap aliran tersebut.
Sebab utama awal timbulnya Ingkar
Sunnah ini adalah akibat pengaruh kolonolialisme yang semakin dahsat sejak abat
19 M di dunia Islam, terutama di India setelah terjadinya pemberontakan melawan
kolonial Ingris 1857 M. Berbagai usaha yang dilakukan oleh kolonial untuk
mendangkalkan ilmu Agama, penyimpangan aqidah melalui pimpinan umat Islam dan
tergiurnya mereka terhap teori-teori barat untuk memberikan interpretasi hakikat
islam.
3.
Upaya Penyelamatannya
1)
Bagi umat islam yang memiliki kemampuan, hendaknya terus mengadakan
penelitian sunah, baik dalam buku induk sunah maupun yang lain, sehingga dapat
diketahui dan dapat diinformasikan mana yang shohih,dhoif,dan maudhu’.
2)
Hendaknya memahami matan secara rasional dan profesional terutama
sunah sosial yang berkembang interprestasinya sesuai dengan berkembangan zaman.
3)
Dalam rangka memperkuat presipsi tentang status sunah sebagai dasar
hukum islam hendaknya kepada semua umat islam mempelajari ilmu hadits dirayah
dan riwayah sehingga mampu memahaminya secara fungsional,
mampu mendeteksi,meneliti keshohhihan perawinya.[5]
B. Hadits
Maudhu’
1.
Pengertian Hadits Maudhu’
Hadits maudhu’
sebenarnya adalah ungkapan seseorang yang disandarkan kepada Nabi secara dusta.
Pemalsu hadits membuat-buat satu ungkapan yang kemudian ungkapan tersebut
dikatakan sebagai hadits, dengan tujuan agar orang yang mendengar mau mengikuti
kehendaknya.
Hadits maudhu’
merupakan hadits yang paling buruk kualitasnya, karena ia merupakan hadits
palsu yang sama sekali tidak dikatakan oleh Nabi. Disisi lain, hadits jenis ini
akan berdampak fatal pada agama.Selain merusak ajaran- ajaran agama, dengan
memasukkan pernyataan- pernyataan yang tidak diajarkan dalam agama, dia juga meracuni keyakinan dan cara berfikir pemeluknya.
Melihat dampak
yang begitu fatal, para ulama mengharamkan periwayatan hadits maudhu’. Hadits
maudhu’ tidak boleh diriwayatkan oleh siapapun kecuali dengan penjelasan
kepalsuannya.
Larangan
periwayatan tersebut bersandar pada hadits Nabi SAW yang berisi kacaman bagi
pemalsu hadits, sebagaimana sabdanya:
من حدث عني بحديث ير ي انه كذب فهو احد الكاذبين
“Barang siapa meriwayatkan hadits dariku dan dia tahu bahwa yang
diriwayatkan itu adalah hadits palsu maka dia termasuk dari pemalsu(
pendusta).”[6]
2.
Sebab-sebab timbulnya Hadits Maudhu’
Terdapat beberapa faktor tentang
penyebab hadits maudhu’ ini muncul, antara lain sebagai berikut:
a. Pertentangan
politik dalam soal pemilihan khalifah
Kejadian ini timbul sesudah terbunuhnya
Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak. Pada masa itu Umat Islam
terpecah-belah menjadi beberapa golongan. Diantara golongan-golongan
tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits
palsu, yang pertama yang paling banyak membuat hadits Maudhu’ adalah
golongan Syiah dan Rafidhah.[7]
Diantara hadits-hadits yang dibuat golongan syiah adalah:
مَنْ
اَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إلَى اَدَمَ فِى عِلْمِهِ وَإِلَى نُوْحٍ فِى تَقْوَاهُ
وَإِلَى إِبْرَاهِيْمَ فِي عِلْمِهِ وَإِلَى مُوْسَى فِى هَيْبَتِهِ وَإِلَى
عِيْسَى فِي عِبَادَتِهِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى عَلِيِّ
“
Barang siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat
Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin
melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat isa tentang ibadahnya,
hendaklah melihat Ali.
إِذَ
رّأَيْتُمْ مُعَاوِيَهَ فَاقْتُلُوْهُ
Apabila
kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.
Gerakan-gerakan orang syiah tersebut
diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan
hadits tersebut dengan membuat-buat hadits-hadits palsu. Contoh hadits palsu
مَا فِى الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلاَّ
مَكْتُوْبٌ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْهَا: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللَّه مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللّه, أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ, عُمَرُ الْفَارُوْقُ, عُثْمَانُ ذُوْ
النُّوْرَيْنِ.
Tak
ada satu pohon pun dalam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap dahannya: la
ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq,
dan Utsman Dzunnuraini.
Golongan yang fanatik kepada
Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang menertangkan keutamaan Muawiyyah,
diantaranya:
اَلأُمَنَاءُ ثَلاَثَةٌ: أَنَا
وَجِبْرِيْلُ وَ مُعَاوِيَةُ
Orang yang terpercaya itu ada tiga,
yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.
b. Adanya
Kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran Islam.[8]
Golongan ini adalah dari golongan
Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap
agama Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara
terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah
besar hadits Maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah mencatat Abdullah
Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk Agama Islam. Oleh
sebab itu, dia berani menciptakan hadits Maudhu’ pada saat masih banyak sahabat
utama masih hidup. Diantara hadits Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang
zindiq tersebut, adalah:
يَنْزِلُ
رَبُّنَا عَشِيَّةً عَلَى جَمَلٍ اَوْرَقٍ, يُصَافِحُ الرُّكْبَانَ وَ يُعَانِقُ
الْمُشَاةَ
Tuhan
kami turunkan dari langit pada sore hari, di
Arafah dengan bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan
orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.
النَّظْرُ
إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ عِبَادّةٌ
Melihat
(memandang) muka yang indah adalah ibadah.
c. Mempertahankan
Mahzab dalam masalah Fiqh dan masalah Kalam
Mereka yang fanati terhadap Madzhab
Abu Hanifah yang menganggap tidak sah shalat mengangkat kedua tangan
shalat, membuat hadits Maudhu’sebagai berikut.
مَنْ
رَفَعَ يَدَيْهِ فِي ال صّلاَةِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
Barang
siapa mengangkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.
d. Membangkitkan
gairah beribadah untuk Mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat hadits-hadits palsu
dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui
amalan-amalan yang mereka ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibuat oleh Nuh
ibn Maryam, seorang tokoh hadits maudhu,tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika
ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab: “ Saya dapati manusia
telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini
untuk menarik minat umat kembali kepada Al-qur’an.
e. Menjilat
Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim
An-Nakha’i yang datang kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain
merpati. Lalu iya menyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai
kepada Nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda:
لاَ
سَبَقَ إِلاَّ فِيْ نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan,
menunggang kuda, atau burung yang bersayap.
Ia menambahkan kata, ‘atau burung
yang bersayap’, untuk meyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh
dinar. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu
adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu memerintahkanuntuk
menyembelih mengerti itu.[9]
3.
Upaya Penyelamatannya
Untuk menyelamatkan umat islam dari hadits maudhu’ ini kita harus mengetahui ciri-ciri hadits
maudhu’ dan kitab-kitab yang memuatnya.
Ø Ciri-ciri
yang terdapat pada Sanad
a) Rawi
tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya
yang meriwayatkan hadits dari dia.
b) Pengakuan
dari si pembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawwuf, ketika
ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawab: “tidak
seorang pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat
manusia membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang
keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai
Al-Qur’an.”
c) Kenyataan
sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan seorang rawi
bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu
dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya
ketika Ma’mun ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam
ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi
keSyam?” Ma’mun menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban
berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d) Keadaan
rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya
seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al-
Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:
لاَ
سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
“Tidak
sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau
mengadu burung.
Ia menambahkan kata, “au janahin”
(atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya
sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi
bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia
memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits. [10]
Ø Ciri-ciri
yang terdapat pada Matan
a) Keburukan
susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan.
Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang
keluar dari mulut Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut
Rasulullah SAW.
b)
Kerusakan maknanya.
1)
Karena berlawanan dengan akal sehat,
seperti Hadits:
اَنَّ
سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ
رَكْعَتَيْنِ
Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf
tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at.
2) Karena
berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti
Hadits:
لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ
مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ حَاجَةٌ
Tiada dilahirkan seorang anak
sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi Allah.
3) Karena
bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ
Buah terong itu penawar bagi
penyakit.
4) Karena
menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal kepada
Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluqnya.
Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ
فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Sesungguhnya Allah menjadikan kuda
betina, lalu ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan
dirinya dari kuda itu.[11]
5) Karena
menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadits yang
menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang tiga ratus hasta. Ketika Nuh
menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air hanya sampai
ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam laut,
lalu membakar ikan yang diambilnya kepanas matahari yang tidak seberapa
jauh dari ujung tangannya.
6) Karena
mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ
وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ
Ayam putih kekasihku dan kekasih
dari kekasihku jibril.
7) Bertentangan
dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah.
Seperti Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ
إِلَى سّبْعَةِ أبْنَاءٍ
Anak zina
itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.
Makna hadits diatas bertentangan
dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَأُخْرَى
Dan
seorang yang berdosa tidak akanmemikul dosa orang lain.
Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa
seseorang tidak dapat dibebankan kepada orang lain. Seorang anak sekali pun
tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
8) Menerangkan
suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil,
atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ
مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la
ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang
mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang
dapat memintakan ampun kepadanya.[12]
Ø Kitab-kitab
yang memuat hadits maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan
menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits, berhasil mengumpulkan
hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak, di
antaranya;
1. Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang
paling awal menulis dalam ilmu ini).
2. Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits
Al-Maudhu’ah, karya
As-Suyuti (Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
3. Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an
Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani
(ringkasan kedua kitab tersebut).
DAFTAR PUSTAKA
Agus Solahudin, Agus Suyadi.
2011. Ulumul Hadits, Bandung : CV. Pustaka Setia.
Hasbi
Ash-Shiddiieqy. 1987.Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.
Zeid B. Smeer. 2008. Ulumul Hadits,Malang : UIN Mlang press.
[1] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul Hadits,Bandung
: CV. Pustaka Setia.2011, hal.207-208
[6] Zeid B. Smeer, Ulumul Hadits,Malang :
UIN Mlang press., 2008, hal. 72-73
[7] Hasbi Ash-Shiddiieqy.Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits. Jakarta: Bulan Bintang.2987.hal. 246
[8] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.
178-179
[9] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.
179-182
[10] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.
182-183
[11] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.183-184
[12] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.184-186
[13] Agus Solahudin, Agus Suyadi,Ulumul....hal.187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar