BAB
II
PEMBAHASAN
A.
COOPERATIVE
LEARNING
1.
Pengertian cooperative learning
Coopernon
means working together to accomplish
shared activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other
groups members. Cooperatifve learning is the instructional use of small groups
that allows students to work together to maximize their own and each other as
learning.[1]
Cooperative
mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid
Hasan,1996). Dalam kegiatan kooperatif, mahasiswa secara individual mencari
hasil yang menguntungkan bagi seluruh
anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil
dalam pengajaran yang memungkinkan mahasiswa bekerja bersama untuk
memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok
tersebut (Johnson, et al., 1994; Hamid Hasan, 1996). Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin
(1984) mengatakan bahwa cooperatif
learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6
orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya
dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan
dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun secara kelompok.
Metode Cooperative Learning adalah salah satu solusi
alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan harapan tidak hanya dapat
membentuk generasi yang berpengetahuan luas, akan tetapi dapat berkomunikasi
dan bekerja sama dengan baik antar satu dengan yang lainya. Metode Cooperative
Learning merupakan aplikasi dari teori pendidikan humanistik dengan tokoh utamanyaa
dalah Carl R. Rogers. Carl R Rogers adalah seorang psikologi humanistik yang gahhhhhhgasan-gagasannya
berpengaruh terhadap pikiran dan praktek pendidikan. Lewat karya-karyanya yang
tersohor seperti Freedom To Learn And Freedom To Learn For The 80’s, dia
menyarankan suatu pendekatan pendidikan yang berupaya menjadikan belajar dan
mengajar lebih manusiawi dan karenanya lebih bersifat pribadi dan penuh makna.
Gagasan-gagasan Rogers mengenai prinsip-prinsip belajar yang humanistik
meliputi :1) Hasrat untuk belajar, 2) belajar yang berarti, 3) belajar tanpa
ancaman, 4) belajar atas inisiatif sendiri, 5) belajar dan perubahan.[2]
Aplikasinya di
dalam pembelajaran di kelas, model pembelajaran ini mengetengahkan realita
kehidupan masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh mahasiswa dalam kesehariannya,
dengan bentuk yang disederhanakan dalam kehidupan di kelas. Keberhasilan belajar menurut model belajar
ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan
perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan bersama-sama dalam
kelompok-kelompok belajar kecil yang struktur dengan baik. Melalui belajar dari
teman yang sebaya dan di bawah bimbingan dosen, maka proses penerimaan dan
pemahaman mahasiswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang
dipelajari.[3]
B.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
a.
Siswa
bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi.
b.
Anggota-anggota
dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan
tinggi.
c.
Jika
memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku,budaya,
dan jenis kelamin.
d.
Sistem
penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu,
terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam. model
pembelajaran kooperatif yaitu:
a)
Forming
(pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk
kelompok
dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
b)
Functioniong
(pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas
kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja samadiantara
anggota kelompok.
c)
Formating
(perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang
lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsangpenggunaan tingkat
berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari
materi yang diberikan.
d) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsangpemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari
lebih banyakinformasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh
kesimpulan.
C.
Model
Cooperative Learning
Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili
model-model cooperative learning :
1.
Student
teams achievement division (STAD)
Dalam STAD (slavin,
1994) siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan
campuran menurut tingkat kinerja. Guru menyampaikan pelajaran dan kemudian
siswa bekerja didalam tim mereka untuk memastikan bahwa sekuruh anggota tim
telah menguasai pelajaran dan akhirnya semua siswa mendapatkan kuis tentang
materi itu dan pada waktu kuis mereka tidak dapat saling membantu.
Langkah-langkah:
1.
Membentuk
kelompok yang anggotanya ± 4 orang.
2.
Guru menyajikan
materi pelajaran.
3.
Guru memberi
tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui jawabannya memberikan
penjelasan kepada anggota kelompok.
4.
Guru memberikan
pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis dengan tidak saling
membantu.
5.
Pembahasan kuis.
6.
Kesimpulan.[4]
2.
Team-Assisted
Individualization (TAI)
TAI daam (Slavin, 1985) sama dengan STAD dalam penggunaan
tim belajar empat-anggota-berkemampuan-campur dan sertifikat untuk tim
berkinerja tinggi. Bedanya bila STAD menggunakan salah satu langkah pengajaran
di kelas, TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran
individual. TAI dirancang untuk mengajarkan matematika di kelas 3 samapai kelas
6 “atau kelas yang lebih tinggi yang belum siap untuk pelajaran aljabar penuh.”
3.
Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
CIRC dalam (Slavin, 1995) adalah sebuah program
komprehensif untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi
sekolah dasar. Siswa bekerja dalam tim belajar kooperatif beranggota empat
orang. Mereka terlibat dalam sebuah rangkaian kegiatan bersama, termasuk saling
membacakan satu dengan yang lain, membuat prediksi tentang bagaimana cerita
naratif akan muncul. Saling membuatkan ikhtisar satu dengan yang lain, menulis
tanggapan terhadap cerita, dan berlatih pengerjaan serta perbendaharaan kata.
Mereka juga bekerjasama untuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman yang
lain. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sastra, siswa terlibat menulis draf, saling
merivisi dan mengedit pekerjaan satu dengan yang lain, dan mempersiapkan
publikasi buku tim. Tiga penelitian tentang program CIRS telah menemukan
pengaruh positif terhadap keterampilan membaca siswa, termasuk skor dalam tes
bahasa dan membaca yang baku (Slavin,1991, 1995).[5]
4.
Jigsaw
Pada Jigsaw (Snapp, 1978), siswa dikelompokkan ke dalam tim
yang beranggotakan enam orang yang mempelajarai materi akademik yang telah
dibagi-bagi menjadi beberapa sub-bab. Sebagai misal, riwayat hidup seorang
tokoh dapat dibagi menjadi kehidupan awal, prestasi-prestasi permulaan,
kemunduran-kemunduran yang dialami, kehidupan belakangan, dan dampak terhadap
sejarah. Setiap tim membaca sub-bab yang mereka. Kemudian para
siswa itu kembali ke tim asal mereka dan bergantian mengajar teman satu tim
mereka tentang sub-sub
mereka. Karena satu-satunya cara siswa dapat belajar dari sub-bab lain selain
dari sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan dengan
sungguh-sungguh teman satu tim mereka, mereka termotivasi untuk mendukung dan
menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya. Modifikasi
dari pendekatan ini disebut Jigsaw II (Slavin, 1994), siswa bekerja dalam tim
yang beranggotakan empat orang atau lima orang seperti pada STAD. Sebagai gantinya
setiap siswa ditugasi mempelajari satu sub-bab tertentu, seluruh siswa membaca
teks yang sama, misalnya satu bab dari sebuah buku, cerita singkat, atau sebuah
riwayat hidup. Sementara itu, setiap siswa ditugasi mempelajari suatu topik
agar menjadi pakar dalam topik itu. Siswa dengan topik yang sama bertemu dalam
kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan topik itu. Setelah itu mereka
kembali ke tim mereka masing-masing secara bergantian mengajarkan apa yang
mereka pelajari kepada satu tim mereka. Siswa itu diberi kuis secara
individual, yang menghasilkan skor tim, seperti pada STAD.
5.
Belajar bersama (Learning Together)
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh David
Johnshon dan Roger Johnshon dimana dalam model ini melibatkan siswa yang bekerja
dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat atau lima orang heterogen yang
menangani tugas tertentu. Kelompok-kelompok itu menyerahkan satu hasil kelompok
dan menerima pujian dan ganjaran berdasarkan hasil kelompok tersebut.
Pendekatan mereka menekankan pada kegiatan-kegiatan pembinaan kerjasama tim
sebelum siswa mulai bekerja sama dan melakukan diskusi terjadwal di dalam
kelompok tentang seberapa jauh mereka berhasil bekerja sama.[6]
6.
Penelitian kelompok (Group Investigation)
Sharan & Sharan (1992) menyatakan Group
Investigation meruakan suatu rencana organisasi secara umum. Dalam
pendekatan ini, siswa membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua
sampai enam anggota. Setelah memilih beberapa subtopik dari sebuah bab yang
sedang dipelajari seluruh kelas, kelompok-kelompok itu memecahkan subtopik
mereka menjadi tugas-tugas individual dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan
untuk mempersiapkan laporan kelompok. Setiap kelompok emudian membuat
presentasi atau peragaan untuk mengkomunikasikan temuannya kepada seluruh
kelas.[7]
D.
Kelebihan dan kekurangan metode Cooperative
Learning
Karli dan Yuliariatiningsih (2002:
72) mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.
Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang
bersifat terbuka dan demokratis.
2.
Dapat
mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
3.
Dapat
mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan
sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
4.
Siswa tidak
hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa
dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
5.
Siswa dilatih
untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga
tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan
kelompoknya.
6.
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang
dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi
dirinya.
Penggunaan pembelajaran
kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki berbagai kelebihan
atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan
guru dan siswa dalam pembelajaran.
Selain kelebihannya, pendekatan
pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Lie (1999: 29) yaitu: siswa yang dibagi dalam kelompok kemudian diberikan tugas.
Akibatnya siswa merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman,
merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerjasama menyelesaikan tugas
tersebut sehingga menimbulkan kekacauan dan kegaduhan.
Berdasarkan pendapat sebelumnya, jelas
bahwa di samping kelebihan atau manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa dalam
model pembelajaran kooperatif, juga terdapat kelemahan di mana hal tersebut
menuntut kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan
mengawasi proses kerjasama dalam belajar yang dilakukan oleh siswa.
Thabrany
(1993: 94) mengemukakan kelebihan atau keuntungan dan kekurangan kerja kelompok
atau pembelajaran kooperatif yaitu:
1) Keuntungan
kerja kelompok
a)
Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri.
b)
Dapat merangsang motivasi belajar.
c)
Ada tempat bertanya Kesempatan melakukan resitasi oral.
d)
Dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang
mudah diingat.
2) Kekurangan
kerja kelompok
a)
Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip.
b)
Sering terjadi debat sepele di dalam kelompok, bisa terjadi
kesalahan kelompok.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran
kooperatif di atas, berikut diuraikan satu-per satu:
1)
Kelebihan
pembelajaran kooperatif
Kelebihan model pembelajaran
kooperatif terdiri atas:
a.
Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendirintuk
dibanding belajar sendiri.
Jika belajar
sendiri sering kali rasa bosan timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika
mempelajari pelajaran yang kurang menarik perhatian atau pelajaran yang
sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa
aktif dalam belajar. Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit
mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
b.
Dapat
merangsang motivasi belaja
Melalui kerja
kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada saingan. Jika sudah menghabiskan
waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih
baik, akan timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin
mempertahankan agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.
c.
Ada tempat
bertanya
Kerja secara
kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada orang lain yang dapat
mengoreksi kesalahan anggota kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada
masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah. Dalam belajar berkelompok, seringkali
dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide
teman dapat dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam
kelompok itu, tentu ada lima kepala yang mempunyai tingkat pengetahuan dan
kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada ide
yang saling melengkapi.
d.
Kesempatan
melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus
berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar. Inilah saat yang
baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri. Belajar
mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk
kata-kata yang diucapkan.
e)
Dapat membantu
timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang mudah diingat
Melalui kerja
kelompok akan dapat membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang
mudah diingat. Misalnya, jika ketidaksepakatan terjadi di antara
kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini,
biasanya akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain
yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini, ada telinga yang mendengar,
mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang menulis. Semuanya
sama-sama mengingat di kepala. Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata
yang sampai ke otak, tentu ini dapat kurang kuat.
2)
Kelemahan model
pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok
Kelemahan
penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah
yaitu:
a)
Bisa menjadi
tempat mengobrol atau gosip Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar
kelompok adalah dapat menjadi tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika
anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang
terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitusaja sehingga
tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b)
Sering
terjadi debat sepele di dalam kelompok Debat sepele
ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat sepele ini sering berkepanjangan
sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus
dibuatkan agenda acara. Misalnya, 25 menit mendiskusikan bab tertentu,
dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara ini, maka belajar
akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
c)
Bisa terjadi
kesalahan kelompok Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan
yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu salah, maka
semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap anggota
kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru dan
anggota kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk
pendalaman.
Model
pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga mengandung beberapa
kelemahan apabila para anggota kelompok tidak menyadari makna
kerjasama dalam kelompok. Oleh karena itu, Thabrany (1993: 96) menyarankan
bahwa “agar kelompok beranggotakan 3, 5 atau 7 orang, jangan lebih dari 7 dan
sebaiknya tidak genap karena dapat terjadi beberapa blok yang saling mengobrol,
dan jangan ada yang pelit artinya harus terbuka pada kawan.
Kelebihan
dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi
mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam
penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut
sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi
kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa
sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan
mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.[8]
DAFTAR
PURTAKA
Isjoni,
cooperative learning, (ALFABETA: Bandung, 2012)
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning
analisis model pembelajaran IPS, (PT BUMI
AKSARA: Jakarta, 2008)..
Umi Macmudah, dan Abdul Wahab Rosyidi, Active
learning dalam pembelajaran bahasa Arab, (UIN MALANG PRESS: Malang, 2008).
[1]Isjoni, cooperative
learning, (ALFABETA: Bandung, 2012) Hal.16, cet.6
[2]digilib.uin-suka.ac.id/.../BAB%20I,IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.
(jumat, 17-04-2015) 22:16
[3] Etin Solihatin dan
Raharjo, Cooperative Learning analisis model pembelajaran IPS, (PT
BUMI AKSARA: Jakarta, 2008) cet.ke-4
hal.4-6
[4]http://pba2011.blogspot.com
(12-04-2015)
[5]Umi Macmudah, dan Abdul
Wahab Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran bahasa Arab, (UIN
MALANG PRESS: Malang, 2008). Hal.84-85
[6]Ibid. hal.86-87
[7]Ibid. hal.87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar