Jumat, 12 Juni 2015

COOPERATIVE LEARNING

TUGAS TERSTRUKTUR                                                               DOSEN PENGAMPU
  THURUQ AT-TA’LIM                                                         H. Kamil Ramma Oensyar, M. Pd.I




COOPERATIVE LEARNING


DISUSUN OLEH
KELOMPOK 12


M. YUSUF HABIBI                         NIM  : 1301230728
KAMTARI                                        NIM  : 1301230718


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
BANJARMASIN
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Adapun dalam penulisan makalah ini, materi yang akan dibahas adalah “Cooperative Learning.”
Sebelumnya kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menjabarkan presentasi kami pada hari ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh Karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi  kesempurnaan penulisan makalah ini.
Akhir kata semoga  makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan kita dalam mempelajari “Thuruq At-Ta’lim” serta dapat digunakan sebagaimana mestinya.


Banjarmasin, 11 Mei 2015


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB  I  PENDAHULUAN
      A.    Latar belakang................................................................................................ iii
BAB  II  PEMBAHASAN
COOPERATIVE LEARNING
       A.    Pengertian Cooperative Learning................................................................. 2
       B.     Karakteristik Pembelajaran Cooperative Learning................................... 3
       C.     Model Pembelajaran Cooperative Learning............................................... 3
       D.    Kelebihan Metode Cooperative Learning ................................................... 7
       E.     Kelemahan Metode Cooperative Learning ................................................. 8
BAB  III PENUTUP
       A.    Kesimpulan..................................................................................................... 10
Daftar Pustaka....................................................................................................... 12 



 

BAB 1
PENDAHULUAN 
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu Negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. dalam konteks ini, guru dituntut untuk membentuk suatu perencanaan kegiatan pembelajaran sistematis yang berpedoman pada kurikulum yang saat itu digunakan.
Pada pelaksanaannya dilapangan, proses pembelajaran yang ada masih banyak menerapkan metode konvensional dengan menggunakan ceramah dalam menyampaikan materi. Sehingga dengan metode ini siswa hanya akan mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Dapat dikatakan siswa menjadi individu yang pasif.
Oleh karena itu, guru perlu mengetahui serta memahami suatu model pembelajaran lain yang sesuai digunakan pada kurikulum yang ada sekarang ini. Salah satu model tersebut adalah model pembelajaran cooperative learning yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.



BAB II
COOPERATIVE LEARNING


A.         Pengertian Cooperative Learning
Coopernon means working  together to accomplish shared activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperatifve learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning.[1]
Cooperative mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin  mengatakan bahwa cooperatif learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individu maupun secara kelompok. Model pembelajaran cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Medel pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu “getting better together”  atau “raihlah yang lebih baik secara bersama-sama”.
Model pembelajaran ini memandang bahwa Keberhasilan belajar bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin baik apabila dilakukan bersama-sama dalam kelompok-kelompok belajar kecil yang struktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya dan di bawah bimbingan dosen, maka proses penerimaan dan pemahaman anak didik akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.[2]
B.          Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
1a )  Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi.
2b)  Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
3c) Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda budaya dan jenis kelamin.
4d)  Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
 (a) Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
bb)   Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
cc)  Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. 
dd)  Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman           konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. 
C.   Model Cooperative Learning  
         Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model  cooperative learning :
1.      Student teams achievement division (STAD)
Dalam STAD slavin mengatakan bahwa siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja. Guru menyampaikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran dan akhirnya semua siswa mendapatkan kuis tentang materi itu dan pada waktu kuis mereka tidak dapat saling membantu. [3]
2.      Team-Assisted Individualization (TAI)
TAI sama dengan STAD dalam penggunaan tim belajar empat-anggota-berkemampuan-campur dan memiliki kinerja tinggi. Bedanya bila STAD menggunakan salah satu langkah pengajaran di kelas, TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual. TAI dirancang untuk mengajarkan matematika di kelas 3 samapai kelas 6 “atau kelas yang lebih tinggi yang belum siap untuk pelajaran aljabar penuh.”
3.      Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
CIRC adalah sebuah program komprehensif untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Siswa bekerja dalam tim belajar kooperatif beranggota empat orang. Mereka terlibat dalam sebuah rangkaian kegiatan bersama, termasuk saling membacakan satu dengan yang lain, membuat prediksi tentang bagaimana cerita naratif akan muncul. Saling membuatkan ikhtisar satu dengan yang lain, menulis tanggapan terhadap cerita, dan berlatih pengerjaan serta perbendaharaan kata. Mereka juga bekerjasama untuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman yang lain. Dalam pelajaran ilmu-ilmu sastra, siswa terlibat menulis draf, saling merivisi dan mengedit pekerjaan satu dengan yang lain, dan mempersiapkan publikasi buku tim. Tiga penelitian tentang program CIRS telah menemukan pengaruh positif terhadap keterampilan membaca siswa, termasuk skor dalam tes bahasa dan membaca dalam buku.[4]
4.      Jigsaw
Pada Jigsaw Snapp mengatakan bahwa siswa dikelompokkan ke dalam tim yang beranggotakan enam orang yang mempelajarai materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub-bab. Misalnya, riwayat hidup seorang tokoh dapat dibagi menjadi kehidupan awal, prestasi-prestasi permulaan, kemunduran-kemunduran yang dialami, kehidupan belakangan, dan dampak terhadap sejarah. Setiap tim membaca sub-bab yang mereka dapatkan. Kemudian para siswa itu kembali ke tim asal mereka dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub-sub mereka. Karena satu-satunya cara siswa dapat belajar dari sub-bab lain selain dari sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan dengan sungguh-sungguh teman satu tim mereka, mereka termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya. Modifikasi dari pendekatan ini disebut Jigsaw Slavin mengatakan siswa bekerja dalam tim yang beranggotakan empat orang atau lima orang seperti pada STAD. Sebagai gantinya setiap siswa ditugasi mempelajari satu sub-bab tertentu, seluruh siswa membaca teks yang sama, misalnya satu bab dari sebuah buku, cerita singkat, atau sebuah riwayat hidup. Sementara itu, setiap siswa ditugasi mempelajari suatu topik agar menjadi pakar dalam topik itu. Siswa dengan topik yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan topik itu. Setelah itu mereka kembali ke tim mereka masing-masing secara bergantian mengajarkan apa yang mereka pelajari kepada satu tim mereka. Siswa itu diberi kuis secara individual, yang menghasilkan skor tim, seperti pada STAD.
5.      Belajar bersama (Learning Together)
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh David Johnshon dan Roger Johnshon dimana dalam model ini melibatkan siswa yang bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat atau lima orang heterogen yang menangani tugas tertentu. Kelompok-kelompok itu menyerahkan satu hasil kelompok dan menerima pujian dan ganjaran berdasarkan hasil kelompok tersebut. Pendekatan mereka menekankan pada kegiatan-kegiatan pembinaan kerjasama tim sebelum siswa mulai bekerja sama dan melakukan diskusi terjadwal di dalam kelompok tentang seberapa jauh mereka berhasil bekerja sama.[5]
6.      Penelitian kelompok (Group Investigation)
Sharan menyatakan Group Investigation merupakan suatu rencana organisasi secara umum. Dalam pendekatan ini, siswa membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam anggota. Setelah memilih beberapa subtopik dari sebuah bab yang sedang dipelajari seluruh kelas, kelompok-kelompok itu memecahkan subtopik mereka menjadi tugas-tugas individual dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan untuk mempersiapkan laporan kelompok. Setiap kelompok kemudian membuat presentasi atau peragaan untuk mengkomunikasikan temuannya kepada seluruh kelas.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan.[6] Yaitu:
1.      Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
Unsur ini menunjukan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kellompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
2.      Personal responsibility (tanggungjawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
3.      Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:
a.       Saling membantu secara efektif dan efisien
b.      Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan
c.       Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien
d.      Saling mengingatkan
e.       Saling percaya
4.      Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
Untuk mengordinasikan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus:
a.       Saling mengenal dan memercayai
b.      Mampu berkomonikasi secara akurat dan tidak ambisius
c.       Saling menerima dan saling mendukung
d.      Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif
5.      Group processing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.  
D.           Kelebihan metode Cooperative Learning
Karli dan Yulia riati ningsih mengemukakan kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.             Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis. 
2.             Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
3.             Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. 
4.             Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya. 
5.     Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya. 
6.        Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. 
E.     Kelemahan model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok 
  Kelemahan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah yaitu:
a)      Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok adalah dapat menjadi  tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b)         Sering terjadi debat sepele, di dalam kelompok debat sepele ini sering terjadi. Debat sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara. Misalnya, 25 menit  mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya. Dengan agenda acara ini, maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
c)         Bisa terjadi kesalahan kelompok Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu salah, maka semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap anggota kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru dan anggota kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk pendalaman.
Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.[7]
 
BAB III
SIMPULAN

Cooperatif Learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.  Model pembelajaran cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
1.        Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi.
2.   Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
3.      Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku,budaya, dan jenis kelamin.
4.       Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Selain itu, Empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif  yaitu:
1.      Forming (pembentukan).
2.      Functioniong (pengaturan)
3.      Formating (perumusan)
4.      Fermenting (penyerapan)

Model Cooperative Learning :
1.      Student teams achievement division (STAD)
2.      Team-Assisted Individualization (TAI)
3.      Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
4.      Jigsaw
5.      Belajar bersama (Learning Together)
6.      Penelitian kelompok (Group Investigation)

Kelebihan metode Cooperative Learning
1.   Dapat melibatkan siswa secara aktif Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
2.     Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. 
3.    Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya. 
4.    Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai      subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi       siswa lainnya. 
5.   Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang       dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi         dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya. 
6.   Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan   memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga       apa       yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya. 

Kekurangan metode Cooperative Learning
1.   Bisa menjadi tempat mengobrol atau gossip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
2.      Sering terjadi debat sepele. Debat sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma.
3.    Bisa terjadi kesalahan kelompok Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu

DAFTAR PURTAKA
·         Agus Suprijono, Cooperative Learning teori dan aplikasi PAIKEM, Pustaka Pelajar: Yogyakarta 2011
·         Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning analisis model pembelajaran IPS, (PT BUMI  AKSARA: Jakarta, 2008) .
·         Umi Macmudah, dan Abdul Wahab Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran bahasa Arab, (UIN MALANG PRESS: Malang, 2008).
·         http://pba2011.blogspot.com







[1]Isjoni, cooperative learning, (ALFABETA: Bandung, 2012) Hal.16, cet.6
[2] Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning analisis model pembelajaran IPS, (PT BUMI  AKSARA: Jakarta, 2008) cet.ke-4 hal.4-6
[4]Umi Mahmudah, Abdul Wahab Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran bahasa Arab, (UIN MALANG PRESS: Malang, 2008). Hal.84-85
[5]Umi Mahmudah, Abdul Wahab Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran bahasa Arab, op.,cit., hal.86-87
[6] Agus Suprijono, Cooperative Learning teori dan aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2011, hal.,58-61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar