TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN
PENGAMPU
THURUQ AT-TA’LIM H. Kamil
Ramma Oensyar, M. Pd.I
COOPERATIVE
LEARNING
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK
12
M. YUSUF HABIBI NIM : 1301230728
KAMTARI NIM :
1301230718
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGRI
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
PRODI
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
BANJARMASIN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Adapun dalam
penulisan makalah ini, materi yang akan dibahas adalah “Cooperative Learning.”
Sebelumnya kami
ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu atas kesempatan yang diberikan
kepada kami untuk menjabarkan presentasi kami pada hari ini.
Kami menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan.
Oleh Karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah wawasan kita dalam mempelajari “Thuruq At-Ta’lim” serta dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Banjarmasin, 11 Mei 2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang................................................................................................ iii
BAB II PEMBAHASAN
COOPERATIVE LEARNING
A. Pengertian Cooperative Learning................................................................. 2
B. Karakteristik Pembelajaran Cooperative
Learning................................... 3
C. Model Pembelajaran Cooperative Learning............................................... 3
D. Kelebihan Metode Cooperative Learning ................................................... 7
E. Kelemahan Metode Cooperative Learning ................................................. 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan..................................................................................................... 10
Daftar
Pustaka....................................................................................................... 12
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan
merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa
suatu Negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di sekolah yang melibatkan
guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya
interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. dalam konteks ini, guru
dituntut untuk membentuk suatu perencanaan kegiatan pembelajaran sistematis
yang berpedoman pada kurikulum yang saat itu digunakan.
Pada
pelaksanaannya dilapangan, proses pembelajaran yang ada masih banyak menerapkan
metode konvensional dengan menggunakan ceramah dalam menyampaikan materi.
Sehingga dengan metode ini siswa hanya akan mendengarkan materi yang
disampaikan oleh guru. Dapat dikatakan siswa menjadi individu yang pasif.
Oleh
karena itu, guru perlu mengetahui serta memahami suatu model pembelajaran lain
yang sesuai digunakan pada kurikulum yang ada sekarang ini. Salah satu model
tersebut adalah model pembelajaran cooperative learning yang akan dibahas lebih
lanjut dalam makalah ini.
BAB II
COOPERATIVE
LEARNING
A.
Pengertian
Cooperative Learning
Coopernon
means working together to accomplish
shared activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other
groups members. Cooperatifve learning is the instructional use of small groups
that allows students to work together to maximize their own and each other as
learning.[1]
Cooperative mengandung
pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Sehubungan dengan pengertian
tersebut, Slavin mengatakan bahwa cooperatif learning adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan
belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok,
baik secara individu maupun secara kelompok. Model pembelajaran cooperative
learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerjasama dalam
mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Medel pembelajaran ini
berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu “getting
better together” atau “raihlah yang
lebih baik secara bersama-sama”.
Model
pembelajaran ini memandang bahwa Keberhasilan belajar bukan semata-mata
ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu
akan semakin baik apabila dilakukan bersama-sama dalam kelompok-kelompok
belajar kecil yang struktur dengan baik. Melalui belajar dari teman yang sebaya
dan di bawah bimbingan dosen, maka proses penerimaan dan pemahaman anak didik akan
semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.[2]
B.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
1a ) Siswa
bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi.
2b) Anggota-anggota
dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan
tinggi.
3c) Jika
memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda budaya dan
jenis kelamin.
4d) Sistem
penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu,
terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model
pembelajaran kooperatif yaitu:
(a) Forming
(pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan
membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
bb) Functioniong
(pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas
kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara
anggota kelompok.
cc) Formating
(perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang
lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat
berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari
materi yang diberikan.
dd) Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk
merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari
lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh
kesimpulan.
C.
Model
Cooperative Learning Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model cooperative learning :
1. Student teams achievement division (STAD)
Dalam STAD slavin
mengatakan bahwa siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 orang yang
merupakan campuran menurut tingkat kinerja. Guru menyampaikan pelajaran dan
kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran dan akhirnya semua siswa mendapatkan kuis
tentang materi itu dan pada waktu kuis mereka tidak dapat saling membantu. [3]
2. Team-Assisted Individualization (TAI)
TAI sama dengan STAD dalam penggunaan tim belajar
empat-anggota-berkemampuan-campur dan memiliki kinerja tinggi. Bedanya bila STAD menggunakan salah satu
langkah pengajaran di kelas, TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan
pengajaran individual. TAI dirancang untuk mengajarkan matematika di kelas 3
samapai kelas 6 “atau kelas yang lebih tinggi yang belum siap untuk pelajaran
aljabar penuh.”
3. Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
CIRC adalah sebuah program komprehensif untuk pengajaran
membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Siswa bekerja dalam
tim belajar kooperatif beranggota empat orang. Mereka terlibat dalam sebuah
rangkaian kegiatan bersama, termasuk saling membacakan satu dengan yang lain,
membuat prediksi tentang bagaimana cerita naratif akan muncul. Saling
membuatkan ikhtisar satu dengan yang lain, menulis tanggapan terhadap cerita,
dan berlatih pengerjaan serta perbendaharaan kata. Mereka juga bekerjasama
untuk memahami ide pokok dan keterampilan pemahaman yang lain. Dalam
pelajaran ilmu-ilmu sastra, siswa terlibat menulis draf, saling merivisi dan
mengedit pekerjaan satu dengan yang lain, dan mempersiapkan publikasi buku tim.
Tiga penelitian tentang program CIRS telah menemukan pengaruh positif terhadap
keterampilan membaca siswa, termasuk skor dalam tes bahasa dan membaca dalam
buku.[4]
4. Jigsaw
Pada Jigsaw Snapp mengatakan bahwa siswa dikelompokkan ke dalam tim yang beranggotakan enam
orang yang mempelajarai materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa
sub-bab.
Misalnya, riwayat hidup seorang tokoh dapat dibagi menjadi
kehidupan awal, prestasi-prestasi permulaan, kemunduran-kemunduran yang
dialami, kehidupan belakangan, dan dampak terhadap sejarah. Setiap
tim membaca sub-bab yang mereka
dapatkan. Kemudian para siswa itu kembali ke tim asal mereka dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang
sub-sub mereka. Karena satu-satunya cara siswa dapat belajar dari sub-bab lain
selain dari sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan dengan
sungguh-sungguh teman satu tim mereka, mereka termotivasi untuk mendukung dan
menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya. Modifikasi
dari pendekatan ini disebut Jigsaw Slavin mengatakan siswa bekerja dalam tim yang beranggotakan empat orang
atau lima orang seperti pada STAD. Sebagai gantinya setiap siswa ditugasi
mempelajari satu sub-bab tertentu, seluruh siswa membaca teks yang sama,
misalnya satu bab dari sebuah buku, cerita singkat, atau sebuah riwayat hidup.
Sementara itu, setiap siswa ditugasi mempelajari suatu topik agar menjadi pakar
dalam topik itu. Siswa dengan topik yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok
ahli untuk mendiskusikan topik itu. Setelah itu mereka kembali ke tim mereka
masing-masing secara bergantian mengajarkan apa yang mereka pelajari kepada
satu tim mereka. Siswa itu diberi kuis secara individual, yang menghasilkan
skor tim, seperti pada STAD.
5. Belajar bersama
(Learning Together)
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh David
Johnshon dan Roger Johnshon dimana dalam model ini melibatkan siswa yang
bekerja dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan empat atau lima orang
heterogen yang menangani tugas tertentu. Kelompok-kelompok itu menyerahkan satu
hasil kelompok dan menerima pujian dan ganjaran berdasarkan hasil kelompok
tersebut. Pendekatan mereka menekankan pada kegiatan-kegiatan pembinaan
kerjasama tim sebelum siswa mulai bekerja sama dan melakukan diskusi terjadwal
di dalam kelompok tentang seberapa jauh mereka berhasil bekerja sama.[5]
6. Penelitian kelompok
(Group Investigation)
Sharan menyatakan Group Investigation merupakan suatu rencana organisasi secara umum. Dalam
pendekatan ini, siswa membentuk kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua
sampai enam anggota. Setelah memilih beberapa subtopik dari sebuah bab yang
sedang dipelajari seluruh kelas, kelompok-kelompok itu memecahkan subtopik
mereka menjadi tugas-tugas individual dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan
untuk mempersiapkan laporan kelompok. Setiap kelompok kemudian membuat presentasi atau peragaan untuk
mengkomunikasikan temuannya kepada seluruh kelas.
Roger dan David
Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam
model pembelajaran kooperatif harus diterapkan.[6]
Yaitu:
1. Positive interdependence
(saling ketergantungan positif).
Unsur ini menunjukan
bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama,
mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin
semua anggota kellompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan
tersebut.
2. Personal responsibility
(tanggungjawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini
muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan
pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi
yang kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota
yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
3. Face to face promotive interaction
(interaksi promotif)
Unsur ini
penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri
interaksi promotif adalah:
a. Saling
membantu secara efektif dan efisien
b. Saling
memberi informasi dan sarana yang diperlukan
c. Memproses
informasi bersama secara lebih efektif dan efisien
d. Saling
mengingatkan
e. Saling
percaya
4. Interpersonal skill
(komunikasi antar anggota)
Untuk
mengordinasikan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus:
a. Saling
mengenal dan memercayai
b. Mampu
berkomonikasi secara akurat dan tidak ambisius
c. Saling
menerima dan saling mendukung
d. Mampu
menyelesaikan konflik secara konstruktif
5. Group processing (pemrosesan
kelompok)
Pemrosesan mengandung
arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau
tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara
anggota yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan
kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi
terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
D.
Kelebihan metode Cooperative
Learning
Karli dan Yulia riati ningsih mengemukakan
kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
1.
Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang
bersifat terbuka dan demokratis.
2.
Dapat
mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
3.
Dapat
mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan
sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
4.
Siswa tidak
hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa
dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
5. Siswa dilatih
untuk bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga
tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan
kelompoknya.
6. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi
dirinya.
E. Kelemahan model pembelajaran kooperatif atau kerja
kelompok
Kelemahan
penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah
yaitu:
a) Bisa menjadi
tempat mengobrol atau gosip Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar
kelompok adalah dapat menjadi tempat mengobrol. Hal ini terjadi jika
anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang
terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga
tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
b) Sering
terjadi debat sepele, di dalam kelompok debat sepele
ini sering terjadi. Debat sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang
waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara.
Misalnya, 25 menit mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan
bab lainnya. Dengan agenda acara ini, maka belajar akan terarah dan tidak
terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
c) Bisa terjadi
kesalahan kelompok Jika ada satu anggota kelompok menjelaskan suatu konsep dan
yang lain percaya sepenuhnya konsep itu, dan ternyata konsep itu salah, maka
semua anggota kelompok berbuat salah. Untuk menghindarinya, setiap anggota
kelompok harus sudah mereview sebelumnya. Kalau membicarakan hal baru dan anggota
kelompok lain belum mengetahui, cari konfirmasi dalam buku untuk pendalaman.
Kelebihan
dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi
mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam
penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut
sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi
kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa
sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan
mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.[7]
BAB
III
SIMPULAN
Cooperatif Learning adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur
kelompoknya yang bersifat heterogen. Model
pembelajaran cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari
suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
1.
Siswa bekerja
dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi.
2. Anggota-anggota
dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan
tinggi.
3. Jika
memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku,budaya,
dan jenis kelamin.
4. Sistem
penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain
itu, Empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model
pembelajaran kooperatif yaitu:
1.
Forming
(pembentukan).
2.
Functioniong
(pengaturan)
3.
Formating
(perumusan)
4.
Fermenting
(penyerapan)
Model Cooperative Learning :
1.
Student teams
achievement division (STAD)
2.
Team-Assisted
Individualization (TAI)
3.
Cooperative Integreted Reading and Composition (CIRC)
4.
Jigsaw
5.
Belajar bersama (Learning Together)
6.
Penelitian kelompok (Group Investigation)
Kelebihan metode Cooperative Learning
1. Dapat
melibatkan siswa secara aktif Dapat
mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
2. Dapat mengembangkan
dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk
diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
3. Siswa tidak hanya
sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat
menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
4. Siswa tidak hanya
sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek
belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
5. Siswa dilatih untuk
bekerjasama, karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi
juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara
optimal bagi kesuksesan kelompoknya.
6. Memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami
pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi dirinya.
Kekurangan metode Cooperative Learning
1. Bisa menjadi tempat mengobrol atau gossip.
Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai
kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip
membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi
sia-sia.
2. Sering terjadi debat sepele. Debat sepele ini sering berkepanjangan sehingga membuang
waktu percuma.
3. Bisa terjadi kesalahan kelompok Jika ada satu anggota
kelompok menjelaskan suatu konsep dan yang lain percaya sepenuhnya konsep itu
DAFTAR
PURTAKA
·
Agus Suprijono, Cooperative Learning teori dan aplikasi PAIKEM, Pustaka
Pelajar: Yogyakarta 2011
·
Etin
Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning analisis model pembelajaran IPS,
(PT BUMI AKSARA: Jakarta, 2008) .
·
Umi
Macmudah, dan Abdul Wahab Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran bahasa
Arab, (UIN MALANG PRESS: Malang, 2008).
·
http://www.artikelbagus.com/2011/06/kelebihan-dan-kelemahan-model pembelajaran kooperatif.html#ixzz3XZVS9QxV
(jumat-04-2015) 21:33
[1]Isjoni, cooperative
learning, (ALFABETA: Bandung, 2012) Hal.16, cet.6
[2] Etin Solihatin
dan Raharjo, Cooperative Learning analisis model pembelajaran IPS, (PT
BUMI AKSARA: Jakarta, 2008) cet.ke-4
hal.4-6
[3]http://pba2011.blogspot.com (12-04-2015)
[4]Umi Mahmudah, Abdul Wahab Rosyidi, Active learning
dalam pembelajaran bahasa Arab, (UIN MALANG PRESS: Malang, 2008). Hal.84-85
[5]Umi Mahmudah, Abdul Wahab
Rosyidi, Active learning dalam pembelajaran
bahasa Arab,
op.,cit., hal.86-87
[6] Agus Suprijono, Cooperative Learning teori dan aplikasi PAIKEM, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2011, hal.,58-61
Tidak ada komentar:
Posting Komentar